MEMPERBAIKI DIRI DNG TAUHID
Assallamualaikum wr wb
tanpa basa basi langsung di samak aj . Memperbaiki tauhid pada diri kita
itu sangatlah penting. Syaikh Abdul
Malik Ramadhani hafizhahullah
berkata, “Sesungguhnya
memperbaiki tauhid bagi agama -
seseorang- seperti kedudukan
perbaikan jantung bagi
badan.” (Sittu Durar min Ushul Ahli
al-Atsar, hal. 16)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh
terdapat segumpal daging. Apabila
ia baik maka baiklah seluruh tubuh.
Dan apabila ia rusak/sakit maka
sakitlah seluruh tubuh. Ketahuilah,
segumpal daging itu adalah
jantung.” ( HR. Bukhari dan
Muslim dari an-Nu’man bin Basyir
radhiyallahu’anhu)
Oleh sebab itu mendakwahkan
tauhid merupakan program yang
sangat mulia. Syaikh Abdul Malik
Ramadhani hafizhahullah berkata,
“Oleh sebab itu para da’i yang
menyerukan tauhid adalah da’i-da’i
yang paling utama dan paling
mulia. Sebab dakwah kepada
tauhid merupakan dakwah kepada
derajat keimanan yang
tertinggi.” (Sittu Durar min Ushul
Ahli al-Atsar, hal. 16)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Iman terdiri dari
tujuh puluh lebih, atau enam puluh
lebih cabang. Yang paling utama
adalah laa ilaaha illallaah,
sedangkan yang terendah adalah
menyingkirkan gangguan dari
jalan. Dan rasa malu adalah salah
satu cabang keimanan.” ( HR.
Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu)
Jati diri seorang muslim sangat
ditentukan oleh sejauh mana
kualitas tauhidnya. Karena tauhid
dalam jiwanya laksana pondasi
bagi sebuah bangunan. Syaikh
Abdul Malik Ramadhani
hafizhahullah berkata, “Tauhid ini
memiliki kedudukan penting
laksana pondasi bagi suatu
bangunan.” (Sittu Durar min Ushul
Ahli al-Atsar, hal. 13)
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Manakah yang lebih
baik; orang yang menegakkan
bangunannya di atas pondasi
ketakwaan kepada Allah dan
keridhaan-Nya, ataukah orang
yang menegakkan bangunannya
di atas tepi jurang yang akan
runtuh dan ia pun akan runtuh
bersamanya ke dalam neraka
Jahannam.” ( QS. at-Taubah: 109)
Syaikh Abdul Malik Ramadhani
hafizhahullah berkata, “Hal itu
dikarenakan ayat ini turun
berkenaan dengan kaum
munafikin yang membangun
masjid untuk sholat padanya. Akan
tetapi tatkala mereka tidak
membarengi amalan yang agung
dan utama ini -yaitu membangun
masjid- dengan keikhlasan yang
tertanam di dalam hatinya, maka
amalan itu sama sekali tidak
memberikan manfaat bagi
mereka. Bahkan, justru amalan itu
yang akan menjerumuskan
mereka jatuh ke dalam Jahannam,
sebagaimana ditegaskan di dalam
ayat tersebut.” (Sittu Durar min
Ushul Ahli al-Atsar, hal. 13)
Tauhid ibarat sebatang pohon.
Cabang-cabangnya adalah amalan.
Adapun buahnya adalah
kebahagiaan hidup di dunia dan
kenikmatan tiada tara di akhirat.
Demikian pula syirik, dusta dan
riya’ seperti sebatang pohon, yang
buah-buahnya di dunia adalah
cekaman rasa takut, kekhawatiran,
sempit dada, dan gelapnya hati.
Dan di akhirat nanti pohon yang
jelek itu akan membuahkan
siksaan dan penyesalan (lihat Sittu
Durar min Ushul Ahli al-Atsar, hal.
14)
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Tidakkah kamu melihat
bagaimana Allah memberikan
perumpamaan suatu kalimat yang
baik seperti pohon yang indah,
pokoknya tertanam kuat -di dalam
tanah- sedangkan cabangnya
menjulang ke langit.” ( QS. Ibrahim:
24). Yang dimaksud ‘kalimat yang
baik’ di dalam ayat ini adalah
syahadat laa ilaaha illallaah (lihat
Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 425)
Saudara-saudaraku, sangat banyak
ayat maupun hadits yang
menerangkan tentang keutamaan
memperbaiki dan mendakwahkan
tauhid ini. Tidak sanggup rasanya
lisan dan tangan ini untuk
menggambarkan betapa
agungnya dakwah tauhid ini.
Bagaimana tidak? Sementara inilah
hak Allah Rabb penguasa alam
semesta dan intisari dakwah para
Rasul ‘alaihimush sholatu was
salam!
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Maka sembahlah Allah
dengan mengikhlaskan agama
untuk-Nya. Ketahuilah, agama
yang murni adalah milik Allah.” (QS.
az-Zumar: 2-3)
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Katakanlah;
Sesungguhnya sholatku,
sembelihanku, hidup dan matiku,
semuanya untuk Allah Rabb seru
sekalian alam. Tiada sekutu bagi-
Nya, dengan itulah aku
diperintahkan. Dan aku adalah
orang yang pertama-tama pasrah.”
( QS. al-An’aam: 162-163)
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Tidaklah Kami mengutus
sebelummu seorang rasul pun
kecuali Kami wahyukan
kepadanya; Tidak ada sesembahan
yang benar selain Aku, maka
sembahlah Aku saja.” (QS. al-
Anbiyaa’: 25)
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan hanya kepada Allah
sajalah hendaknya kalian
bertawakal, jika kalian benar-benar
beriman.” ( QS. al-Ma’idah: 23)
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan janganlah kalian
menjadi seperti orang-orang yang
melupakan Allah sehingga Allah
pun membuat mereka lupa akan
diri mereka sendiri.” ( QS. al-Hasyr:
19)
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Orang-orang yang
beriman dan hati mereka merasa
tentram dengan mengingat Allah.
Ketahuilah, dengan mengingat
Allah maka hati akan menjadi
tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Orang yang
paling berbahagia dengan
syafa’atku adalah orang yang
mengucapkan laa ilaaha illallaah
dengan ikhlas dari dalam
hatinya.” (HR. Bukhari dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Barangsiapa
yang ucapan terakhirnya adalah
laa ilaha illallaah niscaya dia akan
masuk surga.” ( HR. Abu Dawud
dari Mu’adz bin Jabal
radhiyallahu’anhu)
Syaikh Abdul Malik Ramadhani
hafizhahullah berkata,
“Berdasarkan hal ini, maka
sesungguhnya seluruh seruan yang
ditegakkan dengan klaim ishlah/
perbaikan sedangkan ia tidak
memiliki pusat perhatian dalam
masalah tauhid, tidak pula
berangkat dari sana, niscaya
dakwah semacam itu akan
tertimpa penyimpangan sebanding
dengan jauhnya mereka dari
pokok yang agung ini. Seperti
halnya orang-orang yang
menghabiskan umur mereka
dalam upaya memperbaiki
hubungan antara sesama makhluk
semata, akan tetapi hubungan
mereka terhadap al-Khaliq -yaitu
aqidah mereka- sangat menyelisihi
petunjuk salafus shalih.” (Sittu
Durar min Ushul Ahli al-Atsar, hal.
17)
Maka tidaklah berlebihan jika kita
katakan, “Di mana pun bumi
dipijak, maka di situlah dakwah
tauhid harus ditegakkan!”.
Kebahagiaan seperti apakah yang
anda idamkan, kejayaan macam
apakah yang anda impikan,
apabila semangat dakwah tauhid
sama sekali tidak bergejolak di
dalam hati anda?!
—
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Komentar
Posting Komentar